Pandemi atau krisis apapun yang berkepanjangan membuat banyak aspek dalam kehidupan sehari-hari tertunda, berjalan lebih lambat, atau bahkan terpaksa dihilangkan. Hal-hal seperti ini, ditambah lagi dengan ketidakpastian masa depan dan berkurangnya kontak fisik dengan orang lain dapat membuat kita semakin tertekan dan frustrasi.

 

Menghadapi masa sulit seperti ini akan sangat membantu, jika kita mendapatkan perspekstif dan dorongan dari para penulis buku. Apalagi membaca buku menjadi salah satu pilihan aktivitas yang tepat di saat kita harus menjaga jarak dengan orang banyak.

 

Ada beberapa buku baru yang direkomendasikan dan menawarkan kesegaran dalam menghadapi krisis berkepanjangan.

1.  For Small Creatures Such as We
Sasha Sagan (Murdoch Books, 2019)

Sasha adalah putri astronom dan penulis Carl Sagan. Tak diragukan lagi, sang ayah adalah penulis sains terbesar di masanya. Piawai menyampaikan hal-hal saintifik dengan Bahasa yang lebih sederhana.

Sasha Sagan mewarisi kepiawaian itu, namun dengan memberikan sentuhan berbeda daam tulisan-tulisannya. Judul buku ini pun diambil Sasha dari salah satu kalimat dalam buku karya sang ayah, Contact.



Melalui For Small Creatures Such as We, Sasha mengajak pembacanya untuk mengapresiasi keajaiban-keajaiban kecil yang terjadi dalam kehidupan kita sehari-hari, lewat kacamata sains.  Membaca buku ini membuat penilaian kita akan situasi krisis saat ini lebih baik dan mampu melihat apa saja yang masih bisa kita syukuri di masa sulit ini.

 

2.  How Democracy Dies (Bagaimana Demokrasi Mati)

Steven Levitsky dan Daniel Ziblatt (Viking, 2018)

Kedua penulis buku ini memiliki pengetahuan sejarah dan politik Amerika Serikat yang luar biasa. Levitsky dan Ziblatt memasukkan tanda-tanda bagaimana demokrasi mati dalam buku ini, misalnya rusaknya “rasa saling toleransi” dalam hal menghormati hasil pemilu, menghormati media, serta naiknya jumlah aktor politik yang tak yakin lawan politiknya sah.

Keduanya menggunakan studi mereka juga di negara lain, di mana mereka menawarkan beberapa solusi. Misalnya, setiap orang, di semua sisi, harus belajar bagaimana caranya berbicara dengan lawan politik mereka dan setiap orang, di semua sisi, harus memperlakukan partai dan platform oposisi sebagai pihak yang sah.

Buku Levitsky dan Ziblatt ini semakin relevan karena negara-negara demokratis lainnya, selain AS, pun mulai menampakkan tanda-tanda serupa. Buku ini membantu kita menyelami bagaimana krisis itu bermula dan bagaimana solusinya.

 

3.  The Pull of Stars

Emma Donoghue (Picador, 2020)

Banyak orang mengatakan, Spanish Flu adalah ibu dari semua pandemik. Wabah yang merebak pada 1918 ini mulai banyak dijadikan para penulis fiksi sebagai tema atau latar belakang cerita mengingat saat ini dunia dilanda pandemik yang tak hanya memakan banyak korban jiwa, melainkan juga turut mengubah banyak tatanan hidup.

Novel Emma Donoghue ini mengambil latar bangsal bersalin yang dilanda flu di Dublin, Irlandia. Wanita hamil sangat rentan terhadap flu itu, seperti juga bayi mereka yang belum lahir. Donoghue menyuguhkan perjuangan ibu hamil dalam bertahan menghadapi wabah flu mematikan yang tak kalah dramatis dan heroiknya dari pejuang perang.

 

4.  Dari Krisis ke Krisis: Masyarakat Indonesia Menghadapi Resesi Ekonomi Selama Abad 20

Ben White dan Peter Boomgard (Editor), Gadjah Mada University Press 2016

Buku ini memang bukan tergolong baru, namun yang disajikannya kurang lebih masih relevan dengan situasi saat ini, di mana Indonesia mengalami krisis global akibat pandemi Covid-19.

Sejarah selalu dapat menjadi guru dan pembimbing yang baik untuk keluar dari kesulitan, termasuk krisis. White dan Boomgard mencatat, selama abad ke-20, Indonesia mengalami empat masa krisis ekonomi nasional: resesi dunia (1930-an), masa penjajahan Jepang dan perjuangan kemerdekaan (1940-an), tahun-tahun terakhir Demokrasi Terpimpin Sukarno (1960-an), serta krisis moneter Asia (akhir 1990-an).

Pembaca dapat belajar bagaimana krisis berdampak pada kelompok sosial yang berbeda dan terhadap distribusi kesejahteraan, serta kekuasaan. Kita juga diperlihatkan perbedaan-perbedaan pengalaman krisis Indonesia pada akhir 1990-an dibandingkan krisis-krisis sebelumnya.

Buku ini juga menyajikan delapan studi kasus lokal, melingkupi wilayah Bangka, Riau, Sumatra Barat, Sulawesi Utara, Sulawesi Selatan, Yogyakarta, serta Jawa Timur.

Kumpulan tulisan ini membantu pembaca memahami krisis ekonomi tidak hanya sebagai peristiwa ekonomi semata, melainkan sebagai sejarah sosial yang terjadi pada berbagai ruang geografis dan politis Indonesia.

 

5.  Ubah Krisis Menjadi Bisnis

Eugenia Rakhma dan Monica Anggen, BIP 2017

Banyak orang kehilangan pekerjaan di masa krisis. Banyak juga yang kemudian putar otak dan banting stir mencoba punya bisnis sendiri.

Buku ini mengumpulkan kisah-kisah sukses dari orang-orang dalam melewati krisis. Bagaimana mereka mendapatkan gagasan untuk bisnis baru, menemukan peluang-peluang, melakukan apa saja untuk dapat keluar dari krisis.

Buku ini pun interaktif. Dia mengajak pembacanya untuk turut mengisi worksheet sesuai dengan petunjuk dalam buku. Misalnya menuliskan ide-ide bisnis yang muncul. Kadang-kadang ide itu begitu banyak, sehingga harus disaring atau malah bisa dipadukan dengan ide lain.

Kadang-kadang, kesulitan dan kekhawatiran itu hanya ada di kepala. Buku-buku ini membantu kita melihat hal-hal lain dari krisis dan mengubahnya menjadi sesuatu yang lebih menguntungkan dan menyenangkan sampai krisis benar-benar berlalu dari kehidupan kita. (*)

Download Buku "Speed Reading for Beginners"

Bagaimana membaca 2 kali lebih cepat.
Telah didownload lebih dari 30.000 orang.
Download Sekarang.

GRATIS!